Google
 
Web nofriza.blogspot.com
 
  .:: With So Much Love ::.   >> Its about my little habbit <<  
 
 
 
 
 


>> Name
>> Email
>> URI
>> Msg



Seorang Anak yang lahir dengan segenap cinta beserta tangan Allah yang selalu menyelimutinya dengan selimut cinta-Nya. Seorang anak yang bernama Nofriza Nindiyasari lahir tanggal 8 November 1981, anak paling bungsu di keluarga kecil yang bahagia. Tomboy, jail dan Nakal itu identitas dari sosok Nofri yang tidak bisa lepas hingga sekarang, gadis yang dikenal cuek dan suka ngerjain orang. Selamat berkenalan denganku semoga kalian bisa sedikit tahu tentang gadis tomboy ini dan kehidupannya.


KATA BIJAK



SPONSOR








Pengunjung Web Saya sejak
28 April 2005



Your browser is :
 

Wednesday, February 01, 2006

Tuhan, teman dan sahabat.... Dan sebuah cinta yang tertinggal....

28 Januari 2006

Aku bertemu dengan sahabat-sahabat dari Bandung kali ini, mereka meluangkan waktu ke Jakarta, aku menyempatkan waktu untuk bertemu mereka, bertemu dengan salah seorang mungkin yang telah membuatku mantap untuk mengambil keputusan kembali melanjutkan kuliahku ke S2. Kemudian setelah bercengkrama, melihat keakraban dua orang temanku yang sedang dimabuk asmara, hingga aku dan teman-temanku selalu bilang "Wah, seperti dunia milik berdua, yang lain ngontrak." Aku mencoba mencerna kata-kata itu, mencoba melirik ke dunia asmaraku yang kosong. Dimana moment seperti itu telah hilang lama, dan ketika aku ingin memulainya lagi, semua telah terlambat, seperti yang dibilangnya waktu itu Andai gue ketemu lo lebih dulu, mungkin ceritanya menjadi lain.

Dan bukankah semua sendi kehidupanku adalah sebuah keterlambatan, sebuah deretan kegagalan. Aku tersenyum kecut ketika menulis semua ini, tersenyum kecut untuk hidupku, tapi Tuhan masih sama, masih bersamaku. Kadang aku bertanya apakah Dia bersamaku? Disaat deretan luka itu semakin luas, semakin membuatku membenci manusia, membenci langit... membenci isi bumi... Maafkan aku Tuhan, tapi itu yang terjadi....

Kala bola-bola itu kucoba untuk dimasukkan, aku sebenarnya mencoba memasukkan semua kedukaanku kedalam kantung-kantung sampah dunia. Bola-bola bilyard yang berhenti dikala aku terus memasukkan bola 8 hitam.... Angka 8 yang begitu kusuka, hampir setiap kali aku masukkan, dan menyebabkan sebuah kekalahan. Melirik kehidupku angka itu adalah angka yang paling kusuka, angka kelahiranku, angka yang bagiku selalu menyatu, berpilin membentuk nilai manis.... Tapi tak semanis yang ada dijalanku. Seperti aku memasukkan bola itu ditengah sebuah permainan, seperti itulah cintaku.... Aku menghentikannya disaat aku tak sengaja untuk itu.... Aku sanggup untuk menyayangi siapapun... tapi mencintai? Teman,seperti kataku waktu itu... semua cintaku tak pernah menjadi milikku dalam sebuah cerita asmara manusia sekalipun, dalam mimpi sekalipun. Aku hanya berjalan menatap jalan yang sama yang ia lalui, tapi dia tak pernah berpaling untukku.

Tapi itu bukankah cerita yang sama, bukankah itu cerita yang sama ketika selama 8 tahun aku coba setia mencintai seseorang, bukankah itu cerita yang sama untuk 1 tahun aku habiskan untuk mencintai orang lain yang kembali bukan untukku, bukankah ini adalah cerita yang sama ketika aku merasa AUCH... Im Fall in love again... and he never be mine?jadi ceritaku adalah sebuah pengulangan, ceritaku adalah sebuah permainan, layaknya aku memandang bola-bola ini, memandang permainan kami, ini permainan hidupku juga, seperti ini, ada sebuah jalan yang entah akan seperti apa, dan aku ingin tak menatap kebelakang, tetapi sebuah pengulangan memaksaku kembali kebelakang, pengulangan kembali membuatku membuka lembaran buku kusam....

Enjoy this Night.... Itu yang diharapkan... tapi bukankah kehidupanku bukan untuk menikmati hidup? Tapi bertempur menghadapi hidup yang memusuhiku....

29 Januari 2006

Aku menatap langit, dengan rintikan hujan yang turun mengunggur bumi dengan lembut. Dengan temaram lampu hias di lapangan parkir monas ketika itu, pukul 23.15 WIB dan aku bergumam dalam hati.... Beginikah bentuk langit ketika malam hujan, melihat sebuah titik langit yang menghujamkan air ke bumi?

"Seperti lakonan dalam cerita kartun." Sahutku ketika semua mulai merasai malam.
"Apa?" sapa sahabatku dan aku hanya menatapnya, menggeleng sesaat, lalu kembali menatap langit, seperti halnya ketika sampai di depan tugu monas yang nampak gagah merajai malam, menghujam tajam mencoba menggapai langit, dan aku menatap langit yang tiada berbintang, mencoba melihat gerik dunia dari pergerakan malam, mencoba menyapa Tuhan, bertanya anekdot apa yang akan aku mainkan nanti, di detik berikutnya, menit berikutnya, jam berikutnya, hari, minggu, bulan dan tahun yang harus kulewati.

Terima kasih untuk memori terindah yang pernah aku alami malam ini bersama kalian sahabat-sahabatku. Entah Tuhan beri kesempatan lagi untuk kita bersama menikmati malam, entahitu malam di mana hening menghujam lebih dalam, membuat kembali sebuah serpihan yang tiada bisa disatukan. Serpihan yang siapa lagi yang akan membuatnya lebih berarak, lebih berantakan, lebih....

Melirik sebuah kenangan ketika kami sampai pukul 22.00 WIB, aku melihat betapa semua yang ada di dunia ini layaknya sandiwara tiada akhir, dan aku tidak pernah terfikir untuk bersama mereka kala itu, membuat sebuah deretan cerita dalam buku hidupku, tak terfikir malam itu akan membuat duka terdalam dalam jutaan kebahagiaan yang aku punya.

Kala itu, aku masih menatap sebuah mimpi, diantara hiasan lampu-lampu monas yang indah, kala itu aku baru pertama menyapa Tuhan dengan sempurna, dan kala itu aku ingin menatapnya hingga berkeliling,

kelam Tuhan... seperti hidupku yang kelam, dan hujan adalah jawaban dari kegelisahanku dan kegundahanku, mungkin kesedihanku. Tuhan apa Kau menghadiahkanku hujan untuk temani jalan pulangku yang sudah lelah, bukan lelah karena hari yang panjang ini, lelah untuk menghadapi dunia yang berputar sama, berjalan ditempat dan aku membenci semua, benci semua aktifitas yang buat aku lelah... semakin lelah... semakin ingin meninggalkan bumi.... Dan aku mencoba mencari wajah-wajah baru yang mungkin bisa membuat selebaran demi selebaran baru yang makin berwarna bukan sebuah duka.... Bukan sebuah sesal, bukan pula sebuah kegagalan....

Kala aku termenung menatap jalan yang sepi, menatap keluar jendela mobil dengan tatapan kosong, diiringi dengan lantunan lagu yang semakin mengiris kelamnya hati, aku bersyukur memiliki waktu untuk kali ini merasai malam...mungkin ini malam terakhirku untuk bersama kalian sahabatku... bersama kalian di Jakarta... entah apakah aku punya cukup banyak kekuatan jika waktu memberi celah untuk kita menghabiskan waktu. Karena ada takut di dada, ada keinginan untuk tidak mengenal kalian, mencoba menghapuskan semua memori yang ada di kepala.... Menghapuskan semua.... Semua... entah itu kedukaanku atau semua kebahagiaanku....

Setidaknya kala itu aku bersyukur pernah mengenal kalian Teman.... Pernah menghabiskan malam bersama kalian Sahabat....


30 Januari 2006

Aku merenung dalam kamar ibuku, disini dulu aku menghabiskan waktu ketika aku masih kuliah, berkutat di antara dinding-dinding yang telah membuat aku seperti ini. Kini aku mulai ingin kembali kuliah, mencoba merasai dinginnya dinding ruang kamar itu. Aku mencoba melihat kenangan dibelakang... adakah kenangan yang manis di tahun-tahun lalu... adakah Tuhan memberi berkat dalam tahun-tahun yang telah kulewati selama 24 tahun menghirup udara-Nya?

Aku kini mencoba menghitung detik-detik tahun baru, mencoba menyelami makna sebuah tahun, kembali bertanya kepada Tuhan, memelas sebuah rahmat... memelas sebuah pengharapan yang lebih baik, lebih tegar.... Beri aku seribu wajah untuk menghadapi dunia, beri aku seribu nyawa jika pun aku jatuh aku akan kembali bangun dengan ribuan senyum, ribuan ketegaran....

Dingin... mungkin jawab dari semua
Dingin.... Mungkin sebuah hasil akhir untuk semua....
Dan dingin.... Mungkin yang terbaik.....

Dingin.... Biarlah sepi
Dingin.... Biarlah merajai
Dingin.... Biarlah menghabiskan waktu

Bukankah waktu senang dengan semua mimpiku?
Bukankah waktu begitu mencintaiku untuk sekedar tertawa?
Bukankah waktu yang bisa membuatku kembali membeku.
Jika dingin adalah jawaban.....
biarkan beku adalah akhirnya....

Jangan biarkan aku meleleh dalam jerat pilu....
Walau panas membadai sebuah gunung es yang aku buat,
biar dingin menjadi sahabat terdekatku....
Biar dingin sebuah rangkulan saat mimpi mulai menghapiriku,
biar semua dingin....
Menghilangkan semua keinginanku untuk membuat kenangan....

Tuhan aku tidak ingin menangis, Tuhan aku ingin tersenyum dengan ribuan kasih, entah itu untuk siapa... biar sepi teman yang paling indah, biar sunyi adalah pengobat sebuah jenuh, rasa gelisah disini, jika mentari membangunkanku ketika mengucap selamat tahun baru biar aku menjadi sebuah cahaya untuk lubang kelam orang lain.

31 Januari 2006

Ketika kupandang pagi, ada segoret langkah yang diluar keinginanku, tetapi hari ini beda.... Beda Tuhan, aku tak mengingatkan seseorang untuk beribadah kepadamu subuh ini, seperti subuh-subuh beberapa hari lalu. Aku menatap ruang gelap ruang tamu dimana sebuah kasur kecil yang menjadi tempat tidurku lagi, tempat favorit untukku beristirahat, ketimbang harus dalam sebuah kamar yang kini tak pernah kutiduri lagi. Mataku memicing dan kemudian kembali tertidur.

Suara Mama membangunkanku dan ku ingat dengan kakak angkatku yang kini terbaring di rumah sakit, seperti apakah keadaannya saat ini? Apakah dia dalam kondisi yang lebih baik? Apakah dia seudah terjaga dan mencoba mengucap selamat tahun baru disela sakitnya? Ingin rasanya menelponnya, tetapi kuurungkan niat, karena yang dia butuhkan sekarang istirahat yang cukup, dan aku tak mau mengganggunya. Tiada henti aku memikirkannya, hingga saat aku harus bertemu dengan rekan-rekan sejawatku di citos. Ada rasa yang ingin mendesakku menekan tombol-tombol itu, sedikit kuurungkan, tetapi kemudian aku menelponnya juga, tak ada yang mengangkat dan kemudian aku hanya menatap lantai dan memandang layer besar di ujung sana, mencoba menterjemahkan arti gambar-gambar bergerak itu.

Lalu aku merasa perlu untuk mengingatkan sahabatku untuk beribadah dzuhur disana, bukankah ada janji yang sudah kuucapkan untuk mengingatkannya, membantunya, memperhatikannya, ijinnya untuk memperhatikannya kini menjadi sebuah titik jenuh yang sudah tak ingin kulakukan. Aku bertanya dalam hati, tapi hati itu serasa sangat tenang, seakan tak ada gejolak lagi.... Dingin Tuhan.... Dan Kau buat sebuah dingin disini, dingin untuknya. Alhamdulillah....

Aku mencoba menutup mata sesampainya di rumah, aku mencoba merehatkan mataku, ketika getaran handphone-ku membuatku tersadar dan mengangkatnya, ada guyur senang disana, suaranya membuatku sedikit tidak khawatir seperti sebelumnya, keadaannya lebih baik, ada canda diselingi suranya yang masih lemah, dengan tarikan nafas yang masih lelah. Getaran sayang itu makin kuat, dan terima kasih untukmu kakakku tersayang, kau buat hati ini masih bisa merasakannya, untuk sosok kakak yang semoga bisa kujadikan cermin untuk jalanku. Seperti yang kau ucapkan padaku waktu itu, Jangan terlalu difikirkan.... Pasti ada jalan. Semoga ada jalan untukku dan semoga kau mau menunjukkan jalannya dan mengajarkan aku berjalan lebih tegar.

Cepat sembuh kak, dede akan selalu berdoa untuk kakak. Kesembuhan dirimu adalah semagatku lagi untuk menatap hidup dan lebih belajar memerangi dunia. Tuhan sembuhkan dia.... Kakakku tersayang....

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

 
 
 
 
  Copyright Nofriza @2005 Powered By : Blogspot