Yup Tempel Terus....
Semalam ketika pulang dari rapat kecil Savina Butique di Bogor yang bertempat disuasana yang nyaman di sebuah restoran bernama MAKARONI PANGGANG, aku pulang menggunakan kereta terakhir, agak tergesa karena waktu sudah menunjukkan jam 20.40 sesaat sebelum aku turun dari mobil pemilik butik tersebut. Dengan sedikit berlari bertanya kepada orang-orang disekitar stasiun Bogor. Orang pertama yang aku tanya adalah seorang tukang sate beberapa meter jauhnya dari stasiun.
"Misi Mas, ngomong-ngomong keretanya masih ada apa gak ya?" Kataku sambil menyela dia sedang mengibas-ibaskan kipasnya di atas sate daging yang aromanya mengundang penciuman dan perut untuk minta diisi.
"Wah, masih tapi mbak lari aja soalnya bentar lagi mau jalan tuh." Wah tanpa pikir panjang langsung berlari dengan was-was yang hebat, jangan sampai tidak mendapatkan kereta.
JRENG-JRENG.... sesampainya di dekat pintu masuk stasiun Bogor, dada langsung terasa sesak, STASIUNNYA TUTUP..... nah tanpa ragu langsung saja aku bertanya kepada salah satu tukang ojek yang mangkal di sekitar stasiun.
"Mas, kok udah tutup? keretanya udah gak ada lagi ?" Tanyaku dengan sedikit ngos-ngosan.
"Masih, masih kok, tapi lewat pintu keluar aja, soalnya loketnya sudah tutup, lewat dari situ saja." Katanya sambil menunjukkan arah dibantu dengan beberapa tukang becak. Tanpa ragu, aku meluncur ke arah kereta yang memang sedang mangkir dengan nyaman disana, sebuah kelegaan ketika melihatnya, tetapi karena belum sampai ke dalam badan kereta tentu saja masih diliputi ke khawatiran.
Tidak beberapa lama kemudian kereta pun meluncur dengan mulus, hingga setelah melewati stasiun cilebut, kami penumpang KRL ekonomi di gerbong ke dua dari belakang, langsung memperhatikan seorang lelaki berbaju hitam dengan menggunakan celana jeans dengan tubuh yang besar, asik menempelkan brosur di dinding-dinding KRL, dengan tangan kiri memegang selebaran-selebaran yang siap ditempel beserta sebuah kantung plastik yang berisi lem. Tangan kanannya menjadi sapu perekat untuk lem yang akan digunakan untuk menempel selebaran-selebaran tersebut, dan dia terus menempelnya dari kanannya menuju akhir gerbong kereta dan kembali lagi hingga menuju ke arah kami kembali dan menempelkan sisi yang lainnya. Seorang penumpang sempat berbisik,
"Sebetulnya tidak boleh tuh menempelkan selebaran berisi iklan di dalam kereta, karena seharusnya bayar." celetuknya ringan dan aku melihat sekeliling badan gerbong yang aku diami, ternyata banyak tempelan selebaran-selebaran iklan dan juga ada beberapa yang tampaknya di robek oleh orang atau bahkan dari pihak PT.KAI sendiri, jadi banyak tambelan didalam wajah kereta yang begitu aku buru malam kemarin.
Masih teruskah hal ini terjadi ?, memang dengan menempelkan selebaran didinding-dinding daerah yang banyak dikunjungi orang, memungkinkan banyak orang yang akan membaca selebaran tersebut dan kemudian mencatat alamat atau bahkan nomor telpon yang tertera di dalam selebaran tersebut. Selebaran itu ditempel di badan jalan, atau badan kereta sekalipun tanpa ijin atau bahkan membayar iuran kepada pihak-pihak tertentu. Segi negatifnya kereta tentunya jadi banyak tempelan dan tentunya merusak pemandangan. Tapi hal ini juga mungkin tak bisa terdeteksi siapa atau kapan dia menempelkannya, rata-rata mereka menempelkannya di saat kereta terakhir seperti kemarin sehingga tak akan ada banyak orang yang tahu, dan dari pihak PT.KAI sendiri tidak bisa memeriksa gerbong setiap waktu. Jadi kegiatan tempel dan menempel gratis berjalan terus.
(nofri)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home